Selasa, 20 Desember 2011

Young Leaders 'Summit'

Desember 02, 2011 di pagi yang menyejukkan badan, kulangkahkan kaki dengan tas di bahu berangkat menuju bandara, memecahkan kesunyian dan kedinginan pagi itu. Ketika sebagian orang menikmati istirahatnya yang akan mengembalikan energy untuk beraktifitas ketika matahari menyongsong, saat sang mu’azin subuh hendak mengumandangkan panggilan di pagi itu, ku meraba dengan pandangan mengira bahwa bandara sudah mendekat. Tak lama setelah ibadah shubuh ku tunaikan, panggilan untuk boarding pun terdengar dan kami pun meminjam sayap si burung besi untuk terbang menerawang langit dan memecahkan awan serta kabut untuk mendarat di bandara ibukota Negara, untuk bertemu para pemuda harapan bangsa, yang senyumnya di rindukan, fikirannya dapat mencerahkan serta tingkah lakunya menjadi teladan. Dengan harapan bahwa kisah perjalanan  kali ini akan menjadi tambahan wawasan, perbendaharaan teman serta banyak kegiatan-kegiatan kebajikan ditoreskan.
Sebenarnya niat mula untuk mendaftar kegiatan ini bukan untuk mendapatkan esensi inti dari diskusi ataupun aksi nyata yang ditawarkan dalam kegiatan, tapi lebih pada dapat berjumpa keluarga kunang-kunangku yang berasal dari berbagai daerah Indonesia. Ya.. memang kegiatan Forum Indonesia Muda begitu banyak menggoreskan kisah yang tak terlupa sehingga membuat kami bak satu keluarga dengan satu asa, untuk Indonesia kami berjuang, kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Alih-alih dengan alasan tersebut, kami bersepakat untuk mendaftar dengan keseriusan tingkat tinggi, dengan harapan lulus dan dapat mengambil esensial dari kegiatan yang ditawarkan dan sekaligus reunian. Ternyata, panitia inti dari kegiatan ini merupakan kunang-kunang yang seangkatan dengan ku, wah.. jadi makin terasa aroma kelulusan.
Seperti angin segar yang berhembus mengabarkan kabar ceria bahwa nama ku terdaftar dalam susunan nama yang lulus mengikuti kegiatan, berikut dengan sahabatku dari medan, bandung, padang, bogor, Makassar, banjar dan wilayah pulau jawa lainnya. Dari aceh sendiri delegasi berjumlah 2 orang, aku dan teman ngopiku. Ya.. memang kami sama-sama mendaftar dengan tujuan utama jalan-jalan,(dasar mahasiswa) hehe..
Kabar kelulusan tersebut segera meledak di dunia maya, janji-janji reuni di beberapa tempat diseputaran Jakarta pun terucap, kami sendiri sepakat untuk membeli tiket pergi saja, sedangkan kepulangan akan disesuaikan dengan rencana jalan-jalan bersama, maklum, mahasiswa tingkat akhir, jadi leluasa untuk mengatur jadwal kuliah. Sebenarnya aku masih mengambil beberapa mata kuliah, jempol saya berikan kepada dosen pembimbing mata kuliah tersebut yang sangat paham dengan keinginan yang membuncah di dalam dada tentang perjalanan ke Jakarta kali ini, sehingga tanpa banyak berfikir langsung saya kirimkan email ke dosen pembimbing termasuk ke ketua jurusan perihal tentang izin agar meninggalkan beberapa pertemuan kuliah untuk berangkat mengikuti ‘young leaders summit’. Saya bersembunyi di balik nama ‘summit’ tersebut, karena persepsi kami dan para dosen mendengar kata tersebut merupakan kata yang mujarab dan luar biasa jika seorang mahasiswa bisa ikut sebagai peserta, walaupun kenyataannya sangat bertolak belakang(semoga dosen saya tidak membacanya, hehe), Dan izinpun ku dapat.
Akhirnya kami pun bertemu di villa aryanti, cisarua, bogor. Kegaduhan dan suara ketawa melengking mewarnai acara resmi yang diadakan. Walaupun tak bertemu lebih kurang sebulan, tapi perasaan seperti keluarga yang tidak pernah bertemu dua dekade (hiperbola.com). akhirnya keadaan kami sebagai keluarga kunang-kunang pun terasa ekslusif, ketika ngumpul bareng, makan bareng, main bareng, diskusi bareng, sampai buat ribut pun bareng. Memang sih terasa seperti mencemarkan nama baik alumni FIM, hehe..
Pada acara Young Leaders Summit ini pesertanya di bagi berdasarkan nama-nama pahlawan di Indonesia. Aku dan 3 alumni FIM 11 masuk dalam kelompok Sam Ratulangi bersama 15 pemuda luar biasa lainnya yang berasal dari berbagai latar belakang serta pergerakan, termasuk juga umur, ada yang sudah sarjana, nikah dan bekerja, walaupun ada juga yang baru SMA. Jadi sangat nyaman bergabung dengan barisan senior di belakang. Hehe

Keadaan puncak dengan suhu dinginnya membuat kondisi badan yang jarang berkeringat, namun anehnya panitia menyediakan tempat yang sempit untuk ukuran 200 orang. sehingga kami terpaksa duduk lesehan bagaikan di warung tegal, diperparah dengan AC yang tidak bekerja secara maksimal jadi keadaanya terbalik, di dalam ruangan panas, eh..pas keluar jadi dingin. Oleh karena duduknya lesehan, jadi sepatu harus dibuka, aroma ‘summit’ yang seharusnya resmi dengan baju kemeja atau batik di isi dengan sandal jepit, kaos bahkan ada yang memakai rok mini. Ini adalah sebab pertama. Ketika malam pertama kami di tiba di villa, coba pembaca sekalian bayangkan tentang villa. Ya.. seperti anda bayangkan bak sebuah penginapan untuk berlibur, namun ironisnya panitia seperti tidak siap menerima kedatangan 200 orang peserta, kami dilempar kesana-kemari untuk mencari kamar yang nyatanya setiap kamar sudah over loaded, ada yang 6 orang atau lebih yang setiap kamar hanya tersedia 2-3 kasur saja. Akhirnya aku dilempar untuk istirahat di kamar panitia bersama 2 siswa SMA dan 1 sahabat kunang-kunang dari Padang. Inilah sebab kedua.
Konsep kegiatan yang nyaris mirip dengan FIM membuat kami kurang bersemangat dalam mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, diperparah dengan kapasitas fasilitator yang kurang menguasai informasi seluruh kegiatan, sehingga ketika ditanyakan akan sesuatu hal menyangkut kegiatan terkadang balasan jawabannya tidak konsisten. Pun di akhir kegiatan di isi dengan sosial project, kami ditugaskan ke taman kanak-kanak untuk berbagi, itupun kami harus berebut tempat dengan kelompok lain, bahkan ada yang tidak kebagian tempat untuk melaksanakan kegiatan sosialnya. Ini adalah sebab ketiga.
Yang terparah adalah isi materi yang disampaikan sangat berbau pluralism. Ketika pembukaan resmi acara mereka agak sedikit menyinggung tentang konsep Tuhan, dan diperparah ketika sesi selanjutnya terdapat materi khusus membahas tentang “one family under God” yang menyatakan bahwa semua agama sama, hanya ada satu Tuhan yang mengayomi seluruh ummat dan kita adalah 1 keluarga di bawah satu Tuhan. Penyampaian materi ini disampaikan oleh Mr. James dalam bahasa Inggris, ketika sesi pertanyaan, langsung tangan ini kuacungkan dengan menembak 3 peluru pertanyaan, terutama tentang konsep ketuhanan yang semua peserta protes kenapa harus tema ketuhanan yang di bahas, padahal ketika mendaftar kami diminta untuk bercerita tentang kegiatan sosial yg pernah dilakukan, dan Mr. James membalas pertanyaan tersebut dengan jawaban yang tidak nyambung. Ini adalah sebab keempat.
Karena sebab-sebab tersebutlah, kami alumni FIM terlihat lebih ekslusif. Alih-alih kecewa terhadap kegiatan yang tak sesuai harapan, kunang-kunang yang produktif ini memainkan keisengannya, di barisan paling belakang sambil senderan. Bahkan ada yang tak mau ambil pusing, lalu duduk di sudut dan memejamkan mata, berlarilah ia ke pulau impiannya. Alumni FIM yang sering di sebut kunang-kunang ini tidak hanya beragama Islam, ada Kristen dan agama lainnya, tapi kami semua sepakat, bukan saatnya membahas tentang konsep ketuhanan, ada masalah Indonesia yang membuat kita bersatu, berpegangan tangan, saling berbagi dan menasehati untuk Indonesia yang Berjaya, yang membangunkan Macan dari tidur lelapnya. Karena kami bersatu untuk Indonesia. Aku untuk bangsaku..!!
Akhirnya kami bisa menemukan hal yang berarti dari kegiatan Young Leaders ‘Summit’ pada malam pentas seni. Rasa kekeluargaan akhirnya muncul ketika kami sama-sama latihan untuk pementasan tari dari masing-masing daerah. Sebenarnya di awal pertemuan kami ingin mementaskan sebuah drama, tapi berhubung ribet dan dialognya sering kelupaan, akhirnya tari tradisional dari masing-masing daerah pun dipentaskan. Aku bersama ihsan yang juga dari aceh beserta Farah, mahasiswa Paramadina pendiri sanggar ‘tradisioanal art’ mementaskan tari likok pulo (saman). Farah yang asli Jakarta ini menguasai banyak tarian tradisional, mulai aceh, piring padang bahkan bali. Dengan bakat narinya pun ia pernah ke perancis, argentina dan Negara-negara lainnya. Kawanku sekelompok lainnya ada yang menampilkan ‘cicilalang’, puisi dan lagu nasional. Pementasan kami dapat di lihat di video yang saya lampirkan dalam artikel ini. Semoga menginspirasi.
Saran bagi pembaca yang ingin mengikuti sebuah kegiatan, hendaknya telisik dalam-dalam kegiatan yang hendak di ikuti, mulai dari panitia yang mengadakan, konsep acara yang ditawarkan serta hasil yang diinginkan, sehingga tidak salah kaprah. Memang acara ini jauh dari konsep ‘summit’ yang saya pahami, walaupun kesalahan itu juga ada pada kami yang tidak membaca bahwa organisasi dibelakang yls ini adalah organisasi pluralism. Semoga pembelajaran terus menjadi benang merah dari setiap kegiatan yang dilalui, dan syukur adalah kata penutup dari artikel ini.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

hai taufik, baru baca nih. hehehe :p